Vokalis Jamrud, Krisyanto bersama Alex Noerdin saat berkampanye di Gor Baturaja, OKU , Rabu (29/5) |
Alex juga gembira banyak petani di lahan pasang surut dan lebak sudah bisa panen dua kali berkat program fiberisasi yang sudah dijalankan selama kepemimpinannya. Ia bahkan merinding ketika mendengar pengakuan seorang petani di Banyuasin, yang menyatakan tidak akan mau lagi menerima raskin karena kwalitas beras mereka jauh lebih bagus.
Di saat isu perubahan iklim berdampak pada krisis pangan global, Sumatera Selatan (Sumsel) praktis tidak terpengaruh. Luas panen areal persawahan yang mencapai 804.859 hektar mampu membuat Sumsel surplus hingga 1, 2 juta ton. Dengan angka surplus yang tinggi tersebut, Sumsel dari data BPS tahun 2012 tercatat sebagai Provinsi penyumbang beras nomor 5 terbesar di tingkat nasional. Kontribusi yang sangat signifikan ini dinyatakan oleh Gubernur Sumsel periode 2008 -2013, Alex Noerdin sebagai kerja keras kaum petani yang ada di Sumsel.
“Petani adalah pahlawan pangan yang sejati,” ujar Alex Noerdin. Dinyatakan olehnya, petani tidak hanya bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri tetapi untuk jutaan orang yang tidak bisa hidup tanpa pangan. Nasi adalah konsumsi pangan utama masyarakat Indonesia. Sumsel secara alamiah diuntungkan dengan tersedianya tipologi areal persawahan yang mendukung. Persawahan pasang surut, lebak, tadah hujan dan irigasi. Potensi kewilayahan pun masih dapat dikembangkan untuk keperluan ini. Di tahun 2013, direncanakan akan ada penambahan luasan panen menjadi 817.964 hektar. Kondisi alam adalah anugerah istemewa yang dimiliki oleh Sumsel. Di saat wilayah lain terjadi penurunan produksi saat musim kemarau, Sumsel masih dapat berproduksi dengan baik karena memiliki variasi areal persawahan yang beragam.
Selain memanfaatkan kondisi alam yang mendukung, pemerintah provinsi Sumsel dalam 5 tahun terakhir ini memfasilitasi petani menerapkan inovasi teknologi pertanian yang tepat guna. Hama tikus yang selama ini menjadi musuh utama petani, berhasil disiasati dengan teknologi fiberisasi. Teknologi ini sebenarnya cukup sederhana. Areal persawahan lebak yang rawan dengan serangan hama tikus, dibentengi dengan fiber yang diletakkan di atas saluran air yang mengelilingi sawah. Cara ini efektif menghalau tikus yang hendak masuk ke sawah. Teknologi sederhana ini kemudian berkembang bukan hanya di Sumsel, tetapi juga di daerah-daerah lain seperti, Lampung, Jambi, Riau, Sumatera Barat dan lainnya.
Keberhasilan teknologi ini juga mampu menambah jumlah tanam yang dulunya hanya 1 kali dalam setahun menjadi 2 kali. Petani di Banyuasin yang biasa menanam 1 kali ketika mulai berhasil menanam 2 kali menyatakan, “Kami mampu mandiri dalam mengadakan pangan, jadi pemerintah tidak perlu lagi memberikan Raskin untuk masyarakat petani ”. Ungkapan petani tersebut menunjukkan bahwa petani punya harkat dan martabat sebagai warga negara utama di negeri ini.
Kepedulian Alex Noerdin selama menjadi Gubernur di Sumsel terhadap petani ditunjukkan dengan program-program pertanian yang memberdayakan petani. Program-program pendidikan dan pelatihan bagi petani dilakukan secara intensif dengan menggandeng pihak-pihak lain semisal perusahaan dengan program pertanggungjawaban sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) untuk mendukung aktivitas pertanian yang menyejahterakan petani.
Strategi mengamankan kedaulatan pangan di tingkat provinsi, merupakan dasar konsep pembangunan yang benar. “Banyak pemimpin yang lupa bahwa pangan adalah kebutuhan dasar manusia, untuk itu memperkuat dan menjaga ketersediaan pangan di Sumsel menjadi orientasi dasar yang harus terpenuhi,” papar Alex Noerdin. Dalam konteks ini Alex Noerdin hendak menghimbau bahwa kebutuhan dasar manusia yakni sandang-pangan, papan, kesehatan dan pendidikan tidak boleh dilupakan. Visi membangun Sumsel menjadi daerah yang maju dan kembali mengulang sejarah kejayaan Sriwijaya yang gemilang, telah dimulai dengan membangun infrastruktur ketahanan pangan yang kuat. Sejarah masa lalu Sriwijaya yang wilayah kekuasaannya hingga Madagaskar, seakan menemukan ikatan sejarahnya. Cara tanam tradisional di Madagaskar yang menginspirasi munculnya teknologi System of Rice Intensification (SRI) yang saat ini dikembangkan di berbagai negara, mulai dikembangkan di Sumsel. Cara ini mampu menekan biaya dan meningkatkan produksi. Bisa jadi tata cara tanam ini sebelumnya sudah dikembangkan di Sumsel di masa Sriwijaya.
Dukungan-dukungan dari pemerintah provinsi bukan hanya teknologi inovatif, tapi juga sarana dan pra sarana demi terwujudnya ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Alat dan mesin pertanian (alsintan) dari pra tanam dan paska panen disalurkan melalui kelompok-kelompok tani untuk mendukung terciptanya kemandirian petani. Bantuan-bantuan pemerintah seperti handtractor dan alat panen modern (combain harvester) dirasakan sangat membantu petani. Dengan bantuan tersebut, biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin. Program-program infrastruktur di sector pertanian juga terus dilakukan, seperti; memperbaiki infrastruktur pertanian yang meliputi optimalisasi lahan sawah, pembuatan/rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usaha tani (JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES), tata air mikro (TAM), embung/ dam parit, saluran irigasi, pintu air, dll
Kelompok-kelompok tani juga didorong untuk memperkuat organisasinya dengan mempertimbangkan aspek ekonomi. Pemerintah akan membantu penguatan permodalan petani melalui koperasi-koperasi. Tentunya berbagai upaya yang dilakukan belum mencapai sasaran secara optimal. Namun komitmen untuk mendukung upaya kesejahteraan petani akan terus dilakukan. Kesempatan inilah yang harusnya diberi ruang dengan dukungan semua petani di Sumsel. Petani harus mampu menentukan pemimpin yang memiliki visi yang menyejahterakan petani.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar